.


text

Kamis, 29 Desember 2011

laporan praktikum kekuatan asam dalam medium air

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Diantara berbagai zat yang teramati paling penting oleh ahli kimia ialah zat yang dikenal dengan nama asam, basa dan garam. Zat-zat ini tersebar luas di alam, dalam industri dan di rumah. Asam sulfat banyak sekali berperan dalam proses industri, demikian juga asam nitrat. Asam karbonat terutama kita kenal sebagai air soda. Asam klorida dalam jumlah kecil terdapat dalam perut kita, merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pencernaan.
Diantara basa yang banyak di kenal adalah larutan alkali atau soda api, dan amoniak. Selanjutnya garam yang paling di kenalialah natrium klorida atau garam dapur.
Banyak sekali teori yang mendefinisikan asam-basa, salah satunya adalah Arrhenius, yang menyatakan bahwa asam adalah senyawa hidrogen yang apabila dilarutkan dengan air mengalami disosiasi elektrolitik yang menghasilkan ion H+ sebagai satu-satunya ion positif.

Dalam mempelajari asam basa, maka kita tidak luput dihadapkan pada seberapa kuat suatu asam dan basa. Apakah suatu zat bersifat sebagai asam kuat, asam lemah atau basa kuat, lalu bagaimana kita dapat menentukan kekuatan asam atau kekuatan basa suatu zat. Yang menjadi penentu kekuatan asam atau basa adalah posisi kesetimbangan reaksi disosiasi asam atau basa dalam air. Tingkat ionisasi atau disosiasinya yaitu jumlah ion H+ dan ion OH- yang dilepaskan oleh spesi asam atau basa. Untuk lebih memahami tentang penentuan konstanta asam dalam praktiknya, maka perlu dilakukan praktikum “Kekuata Asam dalam Medium Air” ini.

1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan konstanta disosiasi asam, Ka, sebagai ukuran kekuatan asam.
BAB II
DASAR TEORI

2.1.       Asam dan Kekuatan Asam
Menurut Arrhenius, asam dapat didefinisikan sebagai senyawa hidrogen yang bila dilarutkan dalam air mengalami dissosiasi elektrolit dan menghasilkan ion H+ sebagai satu-satunya ion positif.[1]
Kekuatan suatu asam sering didefinisikan sebagai kemampuan asam itu untuk menghasilkan ion H+ (atau proton). Semakin besar ion H+ yang dihasilkan, semakin kuat asam tersebut. Dari persamaan pertama, terlihat bahwa semakin besar harga [H+] maka nilai Ka juga akan semakin besar (berbanding lurus). Kemiripan kecenderungan antara kekuatan asam dengan nilai Ka inilah yang menjadi alasan mengapa nilai Ka seringkali digunakan sebagai ukuran kekuatan asam.[2]
Sistem Buffer Pada suhu 25oC, baik larutan garam KCl maupun larutan garam NH4C2H3O2 masing-masing mempunyai pH netral (7,0). Apabila pada suhu tersebut, ke dalam 1 L larutan KCl ditambahkan 1 mL larutan HCl 1 M, pH larutan KCl akan turun menjadi 3,0. Demikian juga apabila yang ditambahkan ke dalam 1 L larutan KCl adalah 1 mL larutan KOH 1 M, pH larutan akan naik menjadi 11,0. Tetapi apabila baik penambahan larutan HCl maupun KOH dilakukan terhadap 1 L larutan NH4C2H3O2, turun atau naiknya pH larutan NH4C2H3O2 relatif sangat kecil.[3]
Daya tahan suatu larutan terhadap perubahan pH yang disebabkan penambahan sedikit asam atau basa disebut “aksi buffer”, sedang larutan yang mempunyai sifat tersebut dinamakan “larutan buffer”. Suatu campuran buffer dibedakan menjadi:[4]
1.      Campuran buffer asam, yaitu campuran antara suatu asam lemah (HA) dengan suatu garam (NaA) nya.
2.      Campuran buffer basa, yaitu campuran antara suatu basa lemah (HA) dengan suatu garam (MCl) nya.
Apabila suatu campuran buffer (baik buffer asam maupun basa) dilarutkan dalam pelarut air, terjadilah suatu larutan buffer yang besar pH-nya dapat diturunkan dari persamaan kesetimbangan.

2.2.     pH-meter
pH-meter adalah alat/instrumen yang digunakan untuk menentukan nilai pH suatu larutan (walaupun dapat juga untuk sebagian kecil semi-padatan seperti keju).[5]
Saat ini, ada berbagai macam/jenis pH-meter yang ada, mulai dari yang konvensional (seperti kertas lakmus) sampai yang sangat canggih. Metode yang digunakan untuk menentukan harga pH juga sangat beragam. Hal ini semakin memudahkan kita untuk menentukan pH suatu senyawa karena pilihan yang ada sangat beragam.[6]
Indikator Asam-Basa Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil, dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda.[7]
Indikator asam-basa secara garis besar dapat diklasaifikasikan dalam tiga golongan:[8]
1.      Indikator ftalein dan sulfoftalein
2.      Indikator azo
3.      Indikator trifenilmetana.
Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol, yaitu fenolftalein. Pada pH 8,0-9,8 berubah warnanya menjadi merah. Anggota-anggota lainnya adalah o-cresolftalein, thimolftalein, -a naftolftalein.[9]
2.2.       Titrasi
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah titrasi yang yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan menTitrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah titrasi yang yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar larutan basa dapat diketahui dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer) tepat ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi.[10]
Ada dua cara umum untuk mengetahui titik ekivalen pada titrasi asam basa:[11]
1.      Memakai pH meter.
2.      Memakai indikator asam basa.
Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, dan pada saat itulah titrasi dihentikan.[12]
Titik akhir titrasi yaitu pH pada saat indikator berubah warna dan saat itu juga titrasi dihentikan. Pada titrasi asam kuat dengan basa kuat digunakan indikator Fenolftalein (trayek pH 8,3-10) karena kesalahannya paling kecil. Dalam titrasi ini titik akhir pH >7 dan perubahan warna pada titik akhit titrasi adalah merah.[13]

2.4.     Hukum pembatas Debye – Huckle
Jauhnya jarak dan kekuatan interaksi columb antara ion – ion berarti interaksi ini merupakan penanggung jawab utama atas penyimpangan dari keidealan. Demonisasi ini adalah teori debye – huckle dari larutan ion. Karena ion – ion yang muatannya berlawanan saling tarik menarik maka kation dan anion tidak terdistribusi secara seragam didalam larutan. Anion lebih mungkin ditemukan didekat kation dan sebaliknya, secara keseluruhan muatan larutan adalah netral, tetapi didekat ion tertentu ada kelebihan ion lawan yaitu ion – ion yang muatannya berlawanan.[14]
Log y ± = - lz + lz -1. Az ½
            Dengan A = 0,5999 (mol kg -1) untuk larutan encer pada temperatur 25oC (umumnya a. Bergantung pada gaya larutan relatif dan temperatur).[15]

BAB III
METODOLOGI

3.1       Alat – alat
Alat – alat yang digunakan yaitu : labu takar 50 ml (1 buah), labu takar 100 ml (1 buah), botol aquades (1 buah), erlenmeyer 250 ml (3buah), buret 50 ml (1 buah), beaker glass  50 ml (1 buah), statif dan klem (1 buah), gelas arloji (1 buah), spatula (1 buah), pengaduk (1 buah), pipet tetes (2 buah), gelas ukur (1 buah), corong biasa (1buah), magnetik stirer (1buah), pipet ukur 25 ml (1 buah), beaker glass 600 ml (2 buah), bola hisap (1buah), hot plate (1 buah), alat pH meter (1 buah), tissu secukupnya.

3.2       Bahan – bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu indikator fenolftalen (pp), larutan asam format 0,2 M (HCOOH), lauran asam asetat 0,2 M (CH3COOH), larutan Kno3 0,2 M, asam oksalat dihidrat dan akuades secukupnya.

3.3       Cara kerja
3.3.1. Standarisasi larutan NaOH dan larutan asam
Dalam percobaan ini ditimbang 0,63 gram H2C2O4.2H2O dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanada batas. Diambil 25 ml larutan ini dan ditambahkan 1-2 tetes indikator fenolftalen kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M yang akan distandarisasi. Diulangi langkah ini sebanyak dua kali dan ditentukan molaritas NaOH.
Dengan cara serupa, digunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi untuk larutan HCOOH 0,2 M dan Ch3COOH.

3.3.2. Penentuan konstanta asam, Ka
Dicampurkan 90 ml akuades, 100 ml 0,2 M Kno3 dan 10 ml 0,2 CH3COOH dalam beaker glass ukuran 500 ml, dimasukkan batang pengaduk magnet ke dalam campuran tersebut dan dicelupkan elektrode gelas dari pH meter yang telah dikalibrasi untuk kisaran pH yang sesuai.
Disiapkan larutan 0,5 M NaOH dalm buret dengan ujung buret diatas campuran tersebut. Sambil diaduk, ditambahkan larutan NaOH dari biuret kedalam campuran, dicatat pH larutan untuk setiap penambahan 2,0 ml dan penambahan NaOH dihentikan pada jumlah 16 ml. Dilakukan percobaan serupa untuk HCOOH.
Dari data percobaan dapat dihitung μ, [H+] dan [OH-], kemudian dihitung pKa semua asam yang dipelajari dengan rumus berikut ini dan pKa = pH+
Dengan Ca dan Cb masing – masing adalah konsentrasi asam dan NaOH yang digunakan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan
Perlakuan
Hasil
·      Standarisasi larutan NaOH dan larutan asam
a.    Ditimbang asam oksalat
b.    Dilarutkan dalam labu takar 50 ml dengan aquades sampai tanda batas
c.    Diambil 25 ml larutan asam oksalat kedalam erlenmeyer
d.   Ditetesi 4 tetes indikator pp
e.    Dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M
f.     Di duplo
g.    Di ambil 25 ml larutan asam format ke dalam erlenmeyer
h.    Ditetesi 2 tetes indikator pp
i.      Dititrasi dengan NaOH 0,5M
j.      Di duplo
k.    Diambil 25 ml larutan asam asetat
l.      Ditetesi 2 tetes indikator pp
m.  Dititrasi dengan NaOH 0,5M
n.    Di duplo
·      Penentuan Ka
a.    Di ambil aquades 90 ml di beaker glass
b.    Di tambah 10 ml CH3COOH 0,2M
c.    Ditambahkan 100 ml KNO3 0,2 M
d.   Di ambil aquades 90 ml di beaker glass
e.    Di tambah 10 ml HCOOH 0,2M
f.     Ditambahkan 100 ml KNO3 0,2 M
g.    Dimasukkan stirer kedalam larutan CH3COOH
h.    Diletakkan di atas hot plate
i.      Dialirkan NaOH, setiap 2 ml di ukur pH nya dengan pHmeter









j.      Dimasukkan stirer ke dalam larutan HCOOH
k.    Diletakkan di atas hot plate
l.      Dialirkan NaOH, setiap 2 ml di ukur pH nya dengan pHmeter


0,6304 gram, berwarna putih
Homogen, bening



Bening
Vtit = 10,2 ; larutan berwarna pink
Vtit = 10,5 ; larutan berwarna pink



Vtit = 8,2 ; larutan berwarna pink
Vtit = 8,3 ; larutan berwarna pink


Vtit = 10,5 ; larutan berwarna pink
Vtit = 10,1 ; larutan berwarna pink

Bening, 90 ml aquades
Larutan bening 100 ml
Larutan bening 200 ml
Bening, 90 ml aquades
Larutan bening 100 ml
Larutan bening 200 ml



v NaOH (ml)
pH
2
4, 68
4
8,98
6
11,58
8
11,95
10
12,14
12
12,25
14
12,33
16
12,39




v NaOH (ml)
pH
2
3,92
4
10,96
6
11,78
8
12,04
10
12,24
12
12,29
14
12,36
16
12,42





4.2 Pembahasan
Pada praktikum kekuatan asam dalam medium air ini dilakukan dua percobaan, yaitu:
4.2.1 Standarisasi Larutan NaOH dan Larutan Asam
Standarisasi larutan NaOH dan larutan asam ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dari NaOH, asam asetat (CH3COOH) dan asam format (HCOOH) dengan metode titrasi dan penggunaan larutan baku primer yaitu asam oksalat. Sebelum digunakan sebagai larutan standar, larutan NaOH perlu distandarisasi terlebih dahulu karena NaOH merupakan larutan baku standar sekunder yang konsentrasinya mudah berubah karena pengaruh lingkungan. Begitu juga dengan asam asetat dan asan format. Langkah-langkahnya adalah dengan menimbang asam oksalat sebesar 0,6304 gram kemudian dilarutkan dalam 50 ml aquades pada labu takar, selanjutnya di ambil 25 ml lalu ditetesi indikator pp 2 tetes untuk mengindikasikan bahwa titik akhir titrasi sudah tercapai. Digunakan indikator pp karena titik ekqivalen berada pada kisaran ph sedikit asam-sedikit basa (rentang PH yaitu 8,2-10,0) . Setelah itu di titrasi dengan larutan NaOH 0,5 M. Titik akhir titrasi terjadi setelah volume NaOH 10,2 ml dan larutan menjadi berwarna merah muda, sedangkan volume titrasi dari duplo adalah 10,5 ml. Reaksi yang terjadi adalah:
H2C2O4.2 H2O + NaOH                                               NaHC2O4.2H2O + H2O
Sehingga H2C2O4.2 H2O habis bereaksi dengan NaOH, yang selanjutnya bereaksi dengan indikator pp membentuk warna merah:
NaOH + PP-OH                                   NaO-PP  +  H2O               
                                                              (merah muda)
Dari nilai volume titrasi yang sudah diperoleh, dapat diketahui molaritas NaOH dengan perhitungan (di lampiran) yaitu sebesar 0,9 M.
Larutan NaOH yang telah diketahui molaritasnya digunakan untuk menstandarisasi larutan asam format dan asam asetat. Pada standarisasi larutan asam asetat yaitu dengan memipet 25 ml larutan asam asetat kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 250ml dan ditambahkan indikator pp untuk mengindikasikan titik eqivaken pada [roses titrasi telah di capai. Selanjutnya di titrasi dengan larutan NaOH hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan daribening menjadi pink. Volume akhir titrasi ini di capai setelah penambahan NaOH sebanyak 10,5 ml dan volume akhir titrasi dari larutan duplo adalah 10,1 ml. Reaksi yang terjadi yaitu:
CH3COOH + PP-OH                                   bening
CH3COOH + NaOH                          CH3COONa + H2O
Setelah titik eqivalen tercapai, NaOH berlebih akan bereaksi dengan indikator pp sehingga warna larutan berubah menjadi merah muda:
NaOH + PP-OH                          PP-ONa + H2O                  
Dari hasil volume titrasi yang diperoleh, dapat di hitung konsentrasi asam asetat yaitu 0,97 M (di lampiran).
Standarisasi larutan asam format dilakukan dengan memipet 25 ml larutan asam format kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 250ml dan ditambahkan indikator pp untuk mengindikasikan titik eqivaken pada proses titrasi telah di capai. Selanjutnya di titrasi dengan larutan NaOH hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan daribening menjadi pink. Volume akhir titrasi ini di capai setelah penambahan NaOH sebanyak 8,2 ml dan volume akhir titrasi dari larutan duplo adalah 8,3 ml. Reaksi yang terjadi yaitu:
HCOOH + PP-OH                                       bening
HCOOH + NaOH                                HCOONa + H2O
Setelah titik eqivalen tercapai, NaOH berlebih akan bereaksi dengan indikator pp sehingga warna larutan berubah menjadi merah muda:
NaOH + PP-OH                         PP-ONa + H2O   
Dari hasil volume titrasi yang diperoleh, dapat di hitung konsentrasi asam asetat yaitu 1,21 M (di lampiran).
4.2.2 Penentuan Konstanta Asam (Ka)
Konstanta kesetimbangan disosiasi (Ka) disebut juga konstanta elektrolit atau konstanta disosiasi asam. Kekuatan asam didefinisikan oleh konstanta disosiasi asamnya. Semakin besar konstanta disosiasi asamnya maka makin kuat asam tersebut (Saito, 1996:51).
Penentuan konstanta asam (Ka) ini dapat dilakukan dengan mengukur ph larutan. Pada praktikum ini akan ditentukan Ka dari asam format dan asam asetat. Penentuan Ka kedua asam tersebut dilakukan dengan perlakuan yang sama,yaitu dengan mencampurkan 90 ml aquades, 10 ml asam asetat (untuk asam format digunakan 10 ml asam format) dan 100 ml KNO3 di dalam beaker glass 500 ml. KNO3 berfungsi untuk menjaga kekuatan ion dalam larutan netralnya yaitu aquades agar dapat terdeteksi oleh ph meter. KNO3 merupakan elektrolit kuat yang dalam larutan (air) akan terdisosiasi menjadi K+ dan NO3-. Ion K+ lebih elektropositif dari pada H+ sehingga ion K+ akan bereaksi dengan anion (jika ada) terlebih dahulu dari pada ion H+. Akibatnya konsentrasi ion H+ dalam larutan akan lebih stabil/ terjaga. 
Setelah itu dimasukkan magnetik stirer ke dalam larutan tersebut. Kemudian ditempatkan di atas hot plate dan ditambahkan dengan larutan NaOH, dimana setiap penambahan 2 ml NaOH di ukur ph nya menggunakan ph meter. Harga pH paling rendah terukur pada saat NaOH belum ditambahkan. Hal ini dikarenakan konsentrasi ion H+ hasil disosiasi dalam larutan paling tinggi. Setelah ditambah larutan NaOH, ion H+ dalam larutan akan bereaksi dengan ion OH- dari NaOH membentuk molekul air yang sedikit terdisosiasi sehingga konsentrasi ion H+ dalam larutan akan berkurang. Akibatnya harga pH akan naik. Setelah titik ekivalen tercapai, tidak ada (sangat sedikit) ion H+ dalam larutan sehingga harga pH dipengaruhi/ ditentukan oleh konsentrasi ion OH-. Karena harga pH dipengaruhi oleh konsentrasi ion OH- maka pH yang terukurpun berada pada harga kisaran basa.
Pada larutan asam asetat (CH3COOH) Ph yang terukur adalah sebagai berikut:
v NaOH (ml)
pH
2
4, 68
4
8,98
6
11,58
8
11,95
10
12,14
12
12,25
14
12,33
16
12,39

Sedangkan pada larutan asam format (HCOOH) ph yang terukur adalah sebagai berikut:
v NaOH (ml)
pH
2
3,92
4
10,96
6
11,78
8
12,04
10
12,24
12
12,29
14
12,36
16
12,42

Pada penambahan NaOH sebelum mencapai titik ekivalen, di dalam larutan terbentuk sistem buffer dari asam lemah dengan basa kuat. Karena itu, perubahan harga pH sebelum titik ekivalen tidak begitu jauh sebab larutan buffer yang terbentuk menjaga pH agar berada pada kisaran harga yang tetap. Harga pH paling rendah terukur pada saat NaOH belum ditambahkan. Hal ini dikarenakan konsentrasi ion H+ hasil disosiasi dalam larutan paling tinggi. Setelah ditambah larutan NaOH, ion H+ dalam larutan akan bereaksi dengan ion OH- dari NaOH membentuk molekul air yang sedikit terdisosiasi sehingga konsentrasi ion H+ dalam larutan akan berkurang. Akibatnya harga pH akan naik. Setelah titik ekivalen tercapai, tidak ada (sangat sedikit) ion H+ dalam larutan sehingga harga pH dipengaruhi/ ditentukan oleh konsentrasi ion OH-. Karena harga pH dipengaruhi oleh konsentrasi ion OH- maka pH yang terukurpun berada pada harga kisaran basa.
Untuk menentukan konstanta asam, pertama-tama yang harus dilakukan adalah menghitung kekuatan ion (µ) dari asam asetat dana sam format menggunakan persamaan :
µ=1/2 (M(+).Z(+)2 + M(-).Z(-)2)
dengan Z+  dan Z- merupakan jumlah muatan ion positif dan ion negatif.  Selanjutnya ditentukan nilai Ka nya melalui persamaan Debye-Huckel:

-log F± = 0,50 Z1.Z2 µ½  - 0,1 µ½
                         1- µ½
Persamaan untuk menentukan pKa adalah :
pKa = Ph + (-log F±) + log CA- CB + [H+]-[OH-]
                                                CH + [H+]-[OH-]
pKa = -log Ka
Ka= antilog -pKa
Dan berdasarkan perhitungan (di lampiran) nilai Ka yang di peroleh adalah:
·                Asam Asetat
v NaOH
(ml)
ph
pKa
Ka
2
4, 68
8,01
9,7 x 10-9
4
8,98
8,18
6,6 x 10-9
6
11,58
9,98
1,05 x 10-10
8
11,95
10,72
1,9 x 10-11
10
12,14
11,11
7,8 x 10-12
12
12,25
11,32
4,8 x 10-12
14
12,33
11,47
3,39 x 10-12
16
12,39
12,51
3,09 x 10-13
                               Ka total = 16,44 x 10-9
                                Ka rata-rata = 2  x 10-9
                
·                Asam format
v NaOH
(ml)
ph
pKa
Ka
2
3,92
7,85
4,4 x 10-8
4
10,96
9,12
7,58 x 10-10
6
11,78
9,67
2,14 x 10-10
8
12,04
10,18
6,6 x 10-11
10
12,24
9,91
2,45 x 10-11
12
12,29
4,38
1,95x 10-11
14
12,36
10,86
1,38 x 10-11
16
12,42
10,73
1,07 x 10-11
                               Ka total = 4,51 x 10-8
                                Ka rata-rata = 5,64 x 10-9

Ka rata-rata asam asetat dari praktikum ini adalah sebesar 2 x 10-9  dan Ka (rata-rata) asam format adalah 5,64 x 10-9. Dari harga Ka tersebut dapat diketahui bahwa asam aseta adalah asam yang lebih kuat daripada asam format, karena Ka asam asetat lebih tinggi dari Ka asam format. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa asam format lebih kuat daripada asam asetat, yaitu dengan nilai Ka 1,77 x 10-4  sedangkan nilai Ka dari asam asetat adalah 1,75 x 10-5. Perbedaan ini mungkin dikarenakan beberapa perbedaab suhu pengukuran dan juga karena larutan asam format dibiarkan terbuka dalam waktu yang cukup lama sementara menunggu pembuatan larutan asam asetat.
Grafik hubungan volume penambahan NaOH dengan nilai Ka adalah:
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin besar volume NaOH  maka pKa nya semakin tinggi dan nilai Ka nya semakin turun, karena larutan semakin bersifat basa. Nilai R2 yang diperoleh adalah 0,586.
Dari grafik hubungan volume NaOH dengan Ka pada asam format di atas, dapat di ketahui bahwa dengan volume NaOH yang semakin besar nilai pKa juga semakin besar dan nilai Ka jadi semakin kecil, namun ada sedikit perbedaan pada penentuan ph saat volume 10,12,14 dan 16, nilai pKa dan Ka tidak konstan / penurunan Ka mengalami fluktuasi (naik turun), sehingga nilai R2 pada grafik hanya (0,345 jauh dari 1).
Dari kedua grafik tersebut dapat diketahui bahwa penambahan NaOH secara terus menerus (dengan kelipatan 2 ml) menurunkan nilai Ka yang berarti menurunkan kekuatan asam . semakin banyak NaOH yang ditambahkan maka Ka semakin turun, hal ini karena ion H+ dalam larutan asam akan bereaksi dengan ion OH- dari NaOH membentuk molekul air yang sedikit terdisosiasi sehingga konsentrasi ion H+ akan berkurang. Akibatnya harga ph akan naik yang menyebabkan nilai Ka semakin turun. Sedangkan untuk kelarutan buffering (kemampuan dalam mempertahankan ph ) asam format lebih besar dari asam asetat. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya menjaga ph pada saat penambahan NaOH.

BAB V
                                                         PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Konstanta disosiasi asam ditentukan dengan titrasi asam basa. Dimana asam asetat dan asam format dititrasi (dilakukan penambahan setiap 2 ml) dengan NaOH yang telah dibakukan dengan asam oksalat dan diukur pH pada tiap penambahan 2 ml NaOH tersebut.
            Semakin terionisasi suatu asam, semakin besar nilai Ka karena dalam pengambilan semakin besar pula. Asam yang lebih kuat memiliki nilai Ka yang lebih  besar.
Ka =
   
            Dalam percobaan ini hasil dari grafik yaitu apabila nilai Ka naik maka semakin kecil nilai pKa, jika semakin kecil nilai pKa maka semakin kuat asamnya,
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, 1990. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga
Brady, James E. 1986. Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid 2. Tangerang: Bina Rupa Aksara
Ebbing, Darrel, 1987, General Chemistry, Second Edition, Massachusetts: Houghton Mifflin Company
Irfan, Anshary. 1986. Penentuan Pelajaran Kimia. Bandung: Ganesa Exact
Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta : UI-Press
Syukri S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar