1. Klasifikasi Pelarut
Pelarut dapat dibedakan dalam 5 parameter yaitu:
1. konstanta dielektrikum, e/e0
2. kemampuan pelarut untuk autoionisasi
3. sifat keasaman dan kebasaan
4. kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi
5. kemampuan pelarut untuk mengalami redoks
Konstanta dielektrikum berkaitan dengan sifat kepolaran pelarut itu sendiri. Pelarut yang mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan lebih melarutkan senyawa polar, sebaliknya pelarut dengan konstanta dielektrikum yang kecil akan kurang dapat melarutkan senyawa yang polar.
Pelarut yang memiliki kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan H2O, HF dan PBr5. Sebagai contoh autoionisasi HF adalah
2 HF H2F+ + HF2
H2F+ disebut sebagai asam konjugat dari HF sedangkan HF2- disebut sebagai basa konjugat dari HF.
Pelarut protik dapat terprotonasi atau terdeprotonasi. Protonasi dan deprotonasi tergantung dari sifat keasaman dan kebasaan solut dan solven yang digunakan. Solut ataupun solven yang kurang asam akan berperan sebagai basa. Sebagai contoh asam klorit, HOClO akan berperan sebagai asam bronsted kuat dalam pelarut basa, sebagai asam lemah pada pelarut air sedangkan pada pelarut H2SO4 berperan sebagai basa. Kekuatan suatu pelarut untuk berperan sebagai asam atau sebagai basa diukur dengan harga DN dan AN. Suatu pelarut yang memiliki harga DN besar sedangkan harga AN kecil menandakan pelarut lebih berperan sebagai pelarut basa.
Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi terdapat pada pelarut amoniak dan asetonitril. Sebagai contoh: AgCl larut dalam amoniak tetapi tidak larut dalam air karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan NH3. Sedangkan AgNO3 larut dalam asetonitril karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan asetonotril, MeCN.
Dibandingkan dengan H2O, HF adalah pelarut yang sulit mengalami redoks. H2O dapat mengalami reduksi dan oksidasi yang pada suatu saat memperlancar proses pelarutan. Contoh pelarutan dengan melalui proses redoks adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.
XeF2 + 2H2O 2Xe + O2 + 4 H+
Pelarut | Donor Number/DN | Aseptor Number (AN) | Konstanta dielektrikum e | Harness/softness |
Asam asetat | | 52,9 | 6,2 | hard |
aseton | 17 | 12,5 | 20,7 | hard |
benzena | 0,7 | 8,2 | 2,3 | hard |
CCl4 | | 8,6 | 2,2 | hard |
Dietileter | 19,2 | 3,9 | 4,3 | hard |
DMSO | 29,8 | 19,3 | 45 | soft |
Etanol | 19,0 | 37,1 | 24,3 | hard |
Piridin | 33,1 | 14,2 | 12,3 | sedang |
tetrahidrofuran | 20,0 | 8,0 | 7,3 | sedang |
Air | 18 | 54,8 | 81,7 | hard |
2. Reaksi aorganik dalam medium non air
Reaksi dalam media amoniak
Perbedaan pokok antara pelarut amoniak dengan pelarut air adalah
- Amoniak memiliki harga b.p yang lebih rendah (-350C) dan memiliki daerah fase cair yang lebih pendek dibandingkan air (m.p = -780 C) sehingga penggunaannya relatif terbatas.
- Amoniak memiliki konstanta dielektrikum lebih rendah sehingga kurang mampu melarutkan senyawa ionik.Sebagai contoh KCl hanya terdisosiasi 30% pada pelarut amoniak sedangkan pada pelarut air 100% terdisosiasi.
- Amoniak merupakan asam lemah. Dibandingkan dengan air, amoniak memiliki kemampuan lebih rendah untuk memprotonasi solut atau amoniak lebih bersifat basa dibandingkan air.
Reaksi dalam media HF
Perbandingan antara pelarut HF dengan pelarut NH3 dan H2O adalah
e | : HF @ H2O > NH3 |
b.p. | : HF < H2O > NH3 |
rentang fase cair | : HF @ H2O > NH3 |
Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai asam konjugat atau basa konjugat, tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat asam dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut lebih basa maka pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki sifat sulit teroksidasi maupun tereduksi sehingga spesies-spesies yang pada pelarut air maupun amoniak tereduksi ataupun teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil. Penstabilam spesies MnO4- dapat dilakukan dengan pelarut HF:
MnO4- + 5 HF MnO3F + H3O+ + 2HF2-
Penanganan pelarut HF tidak diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari gelas (SiO2) melainkan menggunakan wadah polipropilen atau polietilen untuk menghindari reaksi antara pelarut dengan wadah sebagai berikut:
SiO2 + 8HF SiF4 + 2H3O+ + 2HF2-
Reaksi dalam media asetonitril
Asetonotril, CH3CN, memiliki polaritas dan momen dipol besar dengan konstanta dielektrikum 36. Dari sifat dasar tersebut maka kelarutan solut pada asetonitril meningkat dengan meningkatnya polaritas anion. Kelarutan garam dengan ukuran kecil cenderung lebih rendah daripada kelarutan garam dengan anion berukuran besar. Pada sistem larutan yang menghendaki pemisahan muatan kation-anion terlarut maka peggunaan pelarut asetonitril sangatlah cocok.
Asetonitril mampu membentuk kompleks relatif kuat dengan solutya dengan pendonoran dari atom N, sama halnya dengan pelarut NH3. Contohnya terjadi pada pelarutan HgI2
HgI2 + I- [HgI3] - (asetonitril)
Kemampuan pendonoran elektron dari asetonitril terlihat dari data harga Kb (konstanta kebasaan) dari NH3 yang sangat kecil jika pada pelarut asetonitril dibandingkan harga Kb NH3 pada pelarut air.
pelarut | H2O | CH3CN |
pKb | 4,7 | 16,5 |
Kb | 10-4,7 | 10-16,5 |
Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.
Reaksi dalam media lelehan logam.
Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang berguna untuk suatu reaksi yaitu:
1. Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar dan ikatan logam.
2. Fase cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3. Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi asam basa, reaksi oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:
NaCl(l) Na+(l) + Cl-(l)
Pelarut ionic
Konduktivitas: 8000 W-1 cm-1
AsCl3(l) AsCl2+ (l) + AsCl4- (l)
Pelarut kovalen
Konduktivitas: 10-3 W-1 cm-1
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar