.


text

Senin, 23 Januari 2012

Reaksi Anorganik dalam Medium Air


Mayoritas reaksi anorganik dapat dikategorikan menjadi 2 bagian:
1.      Reaksi oksidasi reduksi
2.      Reaksi asam basa
            Perbedaan umum dari kedua kategori tersebut adalah adanya transfer satu atau lebih elektron pada reaksi redoks dan tidak ada transfer elektron pada reaksi asam basa. Namun demikian, sebenarnya pada akhirnya ditunjukkan bahwa reaksi oksidasi reduksi juga merupakan bagian dari reaksi asam basa secara luas.        
1.      Reaksi oksidasi reduksi (Redoks)
Potensial standard reduksi
            Pada reaksi redoks dikenal  potensial standar reduksi yaitu harga potensial sel standard dari reaksi setengah sel yang diukur dengan pembanding potensial standard reduksi dari hydrogen. Keadaan standar diukur pada temperatur 250C, tekanan 1 atm dan konsentrasi 1M. Reaksi reduksi H+ menjadi H2 dalam keadaan standard memiliki harga E0=0.
            2H+      +          2e-                    H2                    E0 = 0,000 V.
Harga potensial standard reduksi lainnya adalah harga relatif dengan pembanding elektroda hidrogen standard. Sebagai contoh reduksi K+ sebagai berikut:

       K+            +          e-                                  K                     E0 = -2,970 V.
Reduksi K+ menjadi K memiliki harga potensial standard reduksi  negatif, lebih rendah dibandingkan E0 H+/H2.  Arah reaksi seperti tertulis secara thermodinamika tidak berjalan, sehingga reduksi K+ menjadi K bukanlah reaksi yang spontan. Reaksi sebaliknya dengan harga potensial standard reduksi 2,970 V lebih dapat berjalan jika ditinjau dari segi thermodinamika. Kespontanan reaksi yang secara kuantitatif diukur dengan DG didukung dari harga E0 positif. Hubungan harga DG dengan  harga E0 adalah
            DG  = -nF E0
F adalah konstanta Faraday (96,487 kJ/mol V) sedangkan n adalah jumlah elektron yang ditransfer saat proses redoks.
            Reaksi reduksi hidrogen pada keadaan standard memiliki harga Q (K sebelum kesetimbangan terjadi)
            Q = [H2]/[H+ ] 2 =  PH2]/[H+ ] 2
Hubungan potensial standard reduksi dengan harga Q adalah mengikuti persamaan Nernst
            ln Q =  n E0/RT          
atau
            log Q = n E0/0,05916
Pada keadaan non standard harga E (tidak ada tanda 0 pada E untuk keadaan non standard) adalah sebesar:
            E =  E0 -  RT ln Q / n   = E0  - 0,05916 log Q/n 



Diagram potensial dan ‘volt equivalent’
            Diagram potensial reduksi menunjukkan harga potensial standard reduksi pada beberapa harga tingkat oksidasi

                        E10=  +0,682                           E20 = +1,776
            O2                                H2O2                           H2O
 

                                                E30 = +1,229
Pada diagram potensial tersebut O memiliki 3 tingkat oksidasi yaitu 0, -1, dan –2. Dengan melihat hubungan antara DG  dengan E0 maka harga  DG akan sebanding dengan harga E0 sehingga jika DG  bersifat aditif maka  E0 juga bersifat aditif. Pada contoh diagram potensial diatas maka  hubungan besaran E10, E20 dan E30 adalah
           
            n3E30  =  n1E10 + n2E20             (‘volt equivalent’)
            Aplikasi diagram potensial reduksi antara lain digunakan untuk memprediksi produk reaksi dari elemen-elemen yang memiliki beberapa tingkat oksidasi.

Driving force reaksi redoks
            Potensial sel (overall cell potentials) merupaka driving force reaksi redoks. Harga potensial sel positif menunjukkan reaksi berjalan sesuai dengan arah reaksi tertulis. Driving force dari reaksi dicerminkan dari harga konstanta equilibrium, K, dan perubahan energi bebas Gibbs, DG.  Dari hubungan log K dengan Esell maka  harga K yang tinggi  didapatkan dari  harga Esell yang tinggi dan harga DG yang negatif (sejumlah energi dibebaskan) didapatkan dari harga Esell positif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran potensial reduksi standar
Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran potensial reduksi standar adalah
a.         energi ionisasi
      Semakin eletropositif elemen maka akan lebih mudah untuk melepaskan elektronnya, atau energi ionisasinya semakin rendah sehingga potensial oksidasinya berkurang sedangkan potensial reduksinya akan naik.

                      Group1  group 2  group 3                 group 4                  dst
     
                        Potensial standar reduksi naik
b.         Afinitas elektron
Semakain eletronegatif elemen maka afinitas elektron juga  akan bertambah sehingga potensial reduksinya juga naik.
c.         Energi atomisasi
Potensial standar reduksi diukur dalam keadaan atomik sehingga energi atomisasi juga turut menentukan besaran potensial standar reduksi.
d.        Energi solvasi
Jika proses redoks dilakukan pada fase cair maka energi solvasi juga mempengaruhi besaran potensial reduksi standard
e.         Energi ikat kovalen
Energi ikat kovalen yang besar mendukung kespontanan reaksi;  potensial standard reduksi sebanding dengan energi ikat kovalen
f.          Keberadaan ligan non air
       Pengaruh ligan non air pada harga E0 Fe(III)/Fe(II)

Ligan
E0, volt
H2O
+0,77
OH-
-0,56
C2O4 2-
+0,02
CN-
+0,36
bipy
+1,10
phen
+1,12
       Dari harga-harga E pada tabel maka dapat diambil kesimpulan :
·         Fe(II) lebih stabil keberadaannya dengan ligan bipy dan phen
·         Fe(III) kurang stabil dengan ligan H2O, OH- , C2O4 2- , dan CN-

2.      Sistem asam basa
            Perkembangan kimia asam basa diawali dari Arrhenius (1887) yang mendefinisikan asam sebagai spesies yang dalam pelarut air terdissosiasi menghasilkan proton, H+, sedangkan basa merupakan spesies yang pada pelarut air terdissosiasi menghasilkan OH-. Pada permulaannya, reaksi pada pelarut non air tidak termasuk pada asam basa. Kemudian ditemukan bahwa BCl3, molekul yang tidak memiliki proton tetapi dapat menurunkan pH, demikian pula NH3, molekul yang tidak memiliki OH- tetapi dapat meningkatkan harga pH. Dari dua kenyataan tersebut asam basa Arrhenius perlu dikembangkan. Muncul definisi asam basa yang didasarkan pada sistem pelarutnya. Asam didefinisikan sebagai solut yang dapat meningkatkan kation dari pelarut. Sedangkan basa adalah adalah solut yang dapat meningkatkan anion dari pelarut. Setelah definisi sistem pelarut kemudian Bronsted dan Lowry  mengemukakan definisi asam basa Bronsted Lowry yang sebenarnya merupakan generalisasi dari asam basa Arrhenius. Menurut asam basa Bronsted Lowry asam sebagai pendonor proton sedangkan basa sebagai aseptor proton. Teori asam basa yang didasarkan pada transfer ion (ionotropic) adalah anionotropic (transfer anion) dan cationotropic (transfer kation). Menurut definisi transfer anion asam adalah aseptor anion sedangkan basa adalah donor anion sedangkan menurut definisi transfer kation asam adalah donor kation sedangkan basa adalah aseptor kation. Cakupan definisi ionotropic lebih luas dari pada definisi asam basa sebelumnya. Teori asam basa Lux-Flood yang mendifinisikan asam basa sebagai aseptor O2- dan donor O2- sudah tercakup pada definisi anionotropic. Teori asam basa yang popular karena mudah dipahami dan mencakup semua teori asam basa sebelumnya adalah teori asam basa Lewis, yang mendefinisikan asam sebagai aseptor pasangan elektron sedangkan basa sebagai donor pasangan electron. Teori HSAB (hard soft acid and base) yang menggolongkan asam dalam tiga kategori (asam keras, borderline dan asam lunak) dan basa juga dalam tiga kategori (basa keras, sedang dan basa lunak) merupakan pengembangan dari teori asam basa Lewis. Setelah Lewis kemudian Ussanovic mengembangkan  lagi teori asam basa  Lewis dengan memasukkan oksidator (menerima electron dari sistem) sebagai asam dan reduktor (memberikan electron ke sistem) sebagai basa. Dari definisi terakhir asam basa sebenarnya secara eksplisit reaksi redoks juga merupakan reaksi asam basa.,
Oval: 1
 

                                                                                                1= Usanovic
Oval: 2                                                                                                2= Lewis
Oval: 3                                                                                                                                3= ionotropic
Oval:        6 Oval: 5                                                                                                                                4= Lux-Flood
Oval: 7                                                                                                                                5= Brostead-Lowry
                                                                                                                                6= Sistem pelarut
                                                                                                                                7= Arrhenius
Oval: 4
 


Teori HSAB (hard soft acid and base)
            Teori HSAB (hard soft acid and base) yang menggolongkan asam dalam tiga kategori (asam keras, sedang dan asam lunak) dan basa juga dalam tiga kategori (basa keras, sedang dan basa lunak) merupakan pengembangan dari teori asam basa Lewis.
Asam  lewis meliputi:
1.      H+, karena memiliki orbital kosong 1s
2.      senyawa yang kekurangan elektron valensi menurut aturan oktet, seperti BeH2, AlH3, dan BH3
3.      Spesies yang memiliki kemampuan untuk menambah elektron valensinya lebih dari 8, seperti PR3, dan SR2
4.      Spesies yang memiliki ikatan rangkap polar sehingga memiliki kutub positif sehingga dapat menarik pasangan elektron, seperti R2C=O, O=C=O, dan O=S=O
Sedangkan basa lewis meliputi:
1.      Carbanion, R3C:-    
2.      NH3, PH3, AsH3, SbH3, dan basa konjugasinya dan turunanya (PR3 dll)
3.      H2O, H2S, basa konjugasinya dan turunanya.
4.      Anion-anion halida
5.      Senyawa yang memiliki  ikatan rangkat dua dan ikatan rangkap tiga dan ion-ionnya.
Untuk menentukan atau membandingkan kekuatan relatif antar basa lewis dapat dilakukan dengan mengukur perubahan entalpi reaksi dengan menggunakan standar asam. Khusus untuk kekuatan basa dengan standard asam proton (H+), pada asam basa Bronsted-Lowry, dikenal sebagai afinitas proton (PA). Kebasaan diukur dengan afititas proton (kkal/mol) pada keadaan gas sesuai urutan:
     
CH3->NH2->H->OH->F->SiH3>PH2>HS->Cl->Br->I->NH3>PH3>H2S>H2O>HI>…
Namun jika asam standarnya diganti selain proton, afinitas terhadap asam terukur belum tentu sama dengan urutan tersebut, seperti terjadi pada penggunaan asam lewis Hg2+.

Hg2+    : afititas I- > Br- > Cl- >F-
Sc2+     : afititas F -> Cl-> Br- >I-
Kareana keadaan yang demikian kemudian Ahrland, Chatt dan Davies, membagi table periodik dalam 3 kelas yaitu
Klas a  : afinitas terhadap F- lebih besar daripada afinitas terhadap I-
Klas b  : borderline /sedang
Klas c  : afinitas terhadap I- lebih besar daripada afinitas terhadap F-
            Penjabaran lebih jauh sifat-sifat keasaman dan kebasaan yang  dikembangkan dari pemikiran Ahrland, Chatt dan Davies dikemukakan oleh Pearson (1968) yang menggolongkan akseptor dan donor elektron ke dalam asam dan basa keras dan lunak.

Asam/basa keras
Asam/basa lunak
Ukuran kecil
Ukuran besar
Densitas muatan besar
Densitas muatan kecil
Polarisabilitas rendah
Polarisabilitas tinggi

Asam-basa keras digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif kecil, bermuatan tinggi dan mempunyai polarisabilitas rendah. Sebaliknya asam-basa lunak digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif  besar, bermuatan rendah dan mempunyai polarisabilitas tinggi.


Tabel 1.  Klasifikasi beberapa asam basa berdasar HSAB (Bowser, 1993)
Asam
Keras
H+, Li+, Na+, K+, Be2+, Mg 2+, Ca2+, Sr2+, BF3, B(OH)3, AlH3, AlCl3, AlMe3, CO2, RCO+, NC+, Si4+, CH3Sn3+, N3+, Cl3+, I5+, I7+,Al3+, Sc3+,   Ga3+, In3+, La3+, Cr3+ , Fe3+, Co3+, Ti4+, Zr4+,  Hf4+
Lunak
Cu+, Ag+, Au+, Hg+, CH3Hg+, Ti+
Pd2+, Pt2+, Cd2+, Hg2+, BH3, GaMe3, GaCl3, GaI3, InCl3, CH3, carbena, Br2, I2, Br+, I+, Atom-atom logam
sedang:
Fe 2+ Ru2+, Os2+, Co2+, Rh 3+, Ir3+,Ni 2+, Cu2+, Zn2+, Bme3, GaH3, R3C, C6H5+,  Sn2+, Pb 2+, NO+, Sb3+, Bi3+, SO2
Basa

Keras:
CO32-, CH2CO2-, NH3, RNH2, N2H4, H2O, OH-, ROH, RO-, R2O
F- ,Cl-, NO3-, PO43-, SO42-, ClO4-
Lunak:
CO, CN-, RNC, C2H4, C6,H6, R3P, (RO) 3P, R3As, R2S, RSH,
H-, R-, I-, SCN-, S2O3-
sedang:
N2,N3, NO2-, C5H5N, C6H5NH2, Br -





                                    basa                                                                                  basa
                                                                                               
    HOMO                                                                                 
                                                                                                                                                                      
                                                      
       
            LUMO                                            HOMO
 


LUMO
 

asam                                                                             asam         
 


(a)                                                                    (b)
Gambar 1.   Intrepretasi orbital molekul dari teori HSAB, (a) asam dan basa keras (b) asam dan basa lunak
                       
Terdapat hubungan antara energi orbital dengan kekerasan ataupun kelunakan asam-basa. Asam keras lebih stabil kemungkinannya pada orbital LUMO (lowest unoccupied molecular orbital), sedangkan basa keras kurang stabil pada orbital HOMO (highest occupied molecular orbital). Besarnya perbedaan energi antara orbital asam-basa keras menyebabkan transfer muatan dari basa ke asam sangat eksotermik, dalam hal ini interaksi yang paling dominan adalah interaksi ionik. Sebaliknya asam dan basa lunak mempunyai energi orbital molekul yang kira-kira setara, sehingga interaksi kovalen menjadi sangat dominan. Overlab orbital yang paling efektif adalah orbital yang mempunyai level energi yang setara. Umumnya asam keras lebih cenderung untuk berpasangan dengan basa keras, sedangkan asam lunak lebih menyukai basa lunak.

Donor number dan  Acceptor number
            Donor numbe r(DN) dan acceptor number (AN) khusus dipakai untuk penentuan aspek kuantitatif  dari tendensi keasaman Lewis pelarut atau kebasaan Lewis pelarut. Ukuran kuantitatif menggunakan data thermodinamika. Jika Afinitas Proton (PA) diukur dengan menggunakan proton sebagai asam, maka  pengukuran DN (pendonoran) dan  AN digunakan SbF5  dan SbCl5 sebagai asam. Pengukuran DN menggunakan SbF5. sedangkan pengukuran AN menggunakan SbCl5.  SbCl5 memiliki harga AN = 100, dan harga DN= - sedangkan heksana memiliki harga AN = 0. Satuan DN dan AN dalam kkal/mol. Pelarut dengan harga DN lebih besar dari pada AN (misalnya piridin dan dietil eter) memiliki kecenderungan lebih kuat sebagai basa lewis. Sedangkan  pelarut dengan harga AN lebih besar dari pada DN (misalnya metanol dan asam asetat) maka pelarut tersebut memiliki kecenderungan lebih kuat sebagai asam lewis.

Kekuatan asam-basa pada medium air.
            Kekuatan asam basa biasanya diekspresikan dengan harga Ka dan Kb. Jika asam HA terdissosiasi maka :
       HA                       H+  +  A-                           [H+ ][ A-]             
                                                            Ka =
                                                                        [HA]   
Jika basa MOH terdissosiasi maka :
       MOH                   M+  +  OH-                      [M+ ][ OH-]        
                                                            Ka =
                                                                        [MOH]           

Harga Ka dan Kb yang dapat diukur secara langsung berkisar antara 10-8 - 104 (HA atau MOH terdissosiasi antara 0,01% -99,99%). Asam kuat akan memiliki harga Ka besar, dan basa kuat akan memiliki Kb besar.
Kekuatan asam-basa juga dapat diekspresikan dengan harga PA (afinitas proton) maupun DN (donor number) dan AN (acceptor number) walaupun pemakaiannya tidak seluas Ka dan Kb.
           
            3.   Hubungan reaksi redoks dengan reaksi asam basa.
            Ussanovic mengembangkan  teori asam basa  Lewis dengan memasukkan oksidator (menerima elektron dari sistem) sebagai asam dan reduktor (memberikan elektron ke sistem) sebagai basa. Dari definisi  asam basa Ussanovic secara eksplisit reaksi redoks juga merupakan reaksi asam basa. Tetapi reaksi asam basa belum tentu merupakan reaksi redoks. Contoh:

       2Li  +  2 H2O                   H2  +  2 Li+  +  2 OH-
·         Li bereaksi dengan H2O menyebabkan kenaikan pH (menghasilkan OH- sehingga sebagai basa)
·         2 Li                      2 Li+  +  2 e- ; merupakan proses oksidasi (Li sebagai reduktor)

       K + S                       K2S
·         K mengalami oksidasi dengan melepaskan 1e- sehingga K sebagai basa
·         S mengalami reduksi dengan menerima 2e- dari 2 atom K sehingga S sebagai asam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar